Pasang Iklan Gratis

Warga Palestina Panjat Tembok Perbatasan demi Dapat Kerja, Beberapa Justru Kehilangan Kaki

 Dalam situasi ekonomi yang tercekik dan konflik berkepanjangan, para pekerja Palestina di Tepi Barat terpaksa mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan penghasilan. 

Salah satu kisah memilukan datang dari warga Palestina bernama Saher, pria 26 tahun asal Ramallah, yang mencoba memasuki wilayah Israel secara ilegal dengan cara memanjat tembok perbatasan setinggi 8 meter. 

Ia nekat melakukannya pada suatu Minggu pagi, saat menduga pasukan Israel tengah lengah oleh ketegangan militer dengan Iran.

Namun, ketika hampir berhasil menyeberang, patroli Israel datang mendadak. 

Saher panik, melepaskan tali yang digunakannya, dan jatuh dari ketinggian 4 meter. 

“Untuk sesaat saya pikir saya sudah mati,” kenangnya, dikutip dari Aljazeera, Selasa (24/6/2025). 

Ia akhirnya dilarikan ke RS Ramallah, menderita beberapa tulang rusuk patah. 

Pekerja konstruksi Palestina tersebut mencoba menyeberang ke Israel untuk bekerja di kota Rishon LeZion. 

Kehilangan dua kaki karena memanjat tembok perbatasan

Saher hanyalah satu dari banyak warga Palestina yang rela melanggar batas demi pekerjaan yang sebelumnya legal.

Sebelum konflik Gaza meletus pada Oktober 2023, lebih dari 390.000 warga Palestina bekerja di Israel. 

Namun pascaperang, izin kerja mereka dicabut, menyisakan mereka dalam kondisi putus asa. 

Banyak yang akhirnya memilih jalur ekstrem memanjat tembok pemisah, di tengah pengawasan ketat oleh drone, sensor, dan patroli bersenjata.

Nasib yang lebih tragis dialami Ahed Rizk, 29 tahun. 

Baru menikah dan bekerja sebagai buruh bangunan, Rizk mencoba menyeberang di pertengahan Juni. Namun sayang, tali yang digunakannya putus karena bobot tubuhnya. 

Ia jatuh dari ketinggian 5 meter. Salah satu kakinya lumpuh, dan yang lain rusak parah.

“Saya kehilangan kedua kaki saya. Yang lain melanjutkan bekerja, saya ditinggal sendiri,” ucap Rizk lirih dari ranjang rumah sakit.

Selain Rizk, kisah lain datang dari Otham al-Khawaja (37), seorang ayah tiga anak. Ketika mencoba memanjat tembok dekat Ni’lin, pasukan Israel menembaki ke arahnya. 

Ia kemudian jatuh, patah kedua kakinya, dan harus menjalani operasi penanaman batang logam. Setelah tiga bulan, ia akhirnya bisa berjalan, meski tidak normal.

“Tuhan memberikan saya yang hidup untuk kedua kalinya,” ujarnya.

“Anda tidak akan benar-benar menghargai hidup sampai Anda merasakan dekatnya kematian,” tambahnya.

Ketimpangan ekonomi dan risiko yang mematikan

Menurut Shaher Saad, Sekretaris Jenderal Federasi Umum Serikat Buruh Palestina, kondisi ini mencerminkan penderitaan struktural yang telah berlangsung lama. 

“Selama puluhan tahun, tingginya pengangguran telah memaksa ribuan warga Palestina mempertaruhkan nyawa,” katanya kepada Al Jazeera.

Dan sejak eskalasi militer terbaru, upaya melintasi perbatasan menjadi jauh lebih berbahaya. 

Setidaknya 35 pekerja Palestina tewas pada 2025 dalam upaya melintasi tembok.

Beberapa ditembak, sebagian lainnya tewas karena terjatuh. 

Bekerja tanpa perlindungan

Saad juga menyoroti buruknya kondisi kerja di Israel. Banyak pekerja tidak dibekali perlindungan dasar seperti helm dan sabuk pengaman. 

Minimnya edukasi keselamatan kerja turut memperparah angka kecelakaan.

Peneliti independen Sari Orabi menilai, pembatasan pergerakan yang dilakukan Israel memperdalam jurang ketimpangan. 

“Rakyat Palestina dipaksa memilih antara kelaparan atau kematian fisik,” ujarnya. 

Strategi militer dan geografis Israel disebutnya sebagai bentuk peminggiran sistematis yang menjerumuskan rakyat Palestina ke dalam ketidakberdayaan struktural.

0 Response to "Warga Palestina Panjat Tembok Perbatasan demi Dapat Kerja, Beberapa Justru Kehilangan Kaki"

Posting Komentar