Reaksi atas Prabowo Izinkan RS Asing Beroperasi di Indonesia
PEMERINTAH Indonesia mengizinkan rumah sakit atau RS asing dan kampus asing beroperasi di Indonesia. Hal itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan Presiden Dewan Eropa António Costa di Brussel, Belgia, Ahad, 13 Juli 2025.
“Dalam dua tahun terakhir, kami telah membuka banyak sektor untuk partisipasi asing,” kata Prabowo dipantau dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pernyataan Prabowo itu mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan, dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, partai politik, hingga mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menkes: Rumah Sakit Asing Bukan untuk Kelompok Tertentu
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan rencana pembukaan cabang rumah sakit asing di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kelompok tertentu. Dia merespons kekhawatiran soal rencana membuka RS asing di Indonesia itu hanya akan dirasakan oleh kelompok kelas atas.
Budi menyebutkan, selama ini, ada sekitar dua juta warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri tiap tahun. Ini menjadi bukti sistem layanan kesehatan dalam negeri masih belum memenuhi harapan publik, terutama dari segi akses, kualitas, dan harga.
“Kalau bagus kan mereka di sini. Tapi ini buktinya dua juta (orang) pergi ke luar negeri. Itu karena aksesnya lebih mudah, kualitasnya bagus, dan harganya terjangkau,” kata Menkes saat ditemui usai rapat dengan Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Juli 2025.
Menkes menuturkan kebijakan Presiden Prabowo membuka izin rumah sakit asing untuk beroperasi di Indonesia adalah bentuk kepedulian terhadap 280 juta rakyat Indonesia. Dia menilai, selama ini, banyak warga belum mendapat pelayanan memadai. Dia mengatakan regulasi tentang itu sebenarnya sudah diatur sejak Undang-Undang Cipta Kerja 2023.
“Pak Prabowo bilang ke saya, ‘Budi, tolong pikirkan masyarakat, supaya bisa akses layanan kesehatan yang baik.’ Jadi ini bukan soal pro asing, tapi soal rakyat,” kata Budi.
Menjawab kekhawatiran soal nasib tenaga kesehatan lokal, Budi mengatakan rumah sakit asing yang membuka cabang di Indonesia justru akan menyerap banyak tenaga medis dalam negeri. Dia membandingkan skenario ini dengan rumah sakit di Malaysia yang justru mempekerjakan orang asing untuk melayani pasien Indonesia.
“Kalau mereka buka rumah sakit di sini, ya pasti dong melibatkan tenaga kesehatan lokal. Itu justru menciptakan lapangan kerja bagi ratusan ribu nakes kita,” ujarnya.
Budi juga menolak anggapan lebih baik pemerintah hanya berfokus membenahi rumah sakit lokal daripada mengundang investor asing. Dia menggunakan analogi sektor perhotelan untuk menggambarkan perbedaan manajemen dan kualitas layanan.
“Coba lihat hotel dikelola lokal zaman dulu, dengan hotel yang dikelola asing. Bagusan yang mana? Kan bagusnya dikelola dia (asing) kan?” ucapnya. “Kenapa kita membiarkan masyarakat kita sengsara dengan fasilitas kesehatan yang jelek, padahal ada fasilitas standar internasional yang bisa kita hadirkan?”
PKS: RS Asing Harus Prioritaskan SDM Lokal
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Bidang Pendidikan dan Kesehatan Kurniasih Mufidayati mengatakan kehadiran rumah sakit asing di Indonesia adalah konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah yang membuka pintu investasi asing dalam sektor layanan kesehatan.
Wakil Ketua Komisi X DPR itu menilai hal ini sebagai peluang sekaligus tantangan bagi sistem kesehatan nasional. Menurut dia, dominasi pengembangan rumah sakit oleh swasta menunjukkan arah pertumbuhan sektor ini semakin kompetitif.
“Namun negara tetap harus hadir untuk memastikan pelayanan kesehatan tetap berpihak pada masyarakat,” ujarnya pada Rabu, 16 Juli 2025, seperti dikutip dari situs web DPP PKS.
Kurniasih mengatakan, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan, dari total 2.636 rumah sakit umum di Indonesia, sebanyak 58,6 persen dikelola swasta. Sementara rumah sakit pemerintah pusat hanya mencakup 9,2 persen dan rumah sakit pemerintah daerah 32,2 persen.
Perubahan regulasi melalui Perpres No. 49 Tahun 2021, yang merevisi Perpres No. 10 Tahun 2021, kata dia, membuka peluang kepemilikan saham rumah sakit oleh investor asing hingga 70 persen untuk negara-negara ASEAN dan 67 persen bagi negara lainnya.
Dia mengingatkan kebijakan memberi izin rumah sakit asing beroperasi di Indonesia harus disertai dengan pengawasan ketat terhadap standar pelayanan dan perlindungan tenaga kesehatan nasional.
“Kita tidak boleh membiarkan keterbukaan investasi ini mengabaikan kepentingan tenaga kesehatan dalam negeri. Rumah sakit asing tetap harus memprioritaskan tenaga medis nasional, baik dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya,” kata dia menegaskan.
Kurniasih juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas sumber daya manusia di sektor kesehatan. “Investasi asing harus menjadi peluang untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan nasional melalui pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan,” ujarnya.
Dari sisi regulasi, PKS menegaskan rumah sakit asing wajib tunduk pada seluruh peraturan dan kode etik yang berlaku di Indonesia. “Tidak boleh ada standar ganda,” tuturnya.
Mengenai potensi rumah sakit eksklusif sebagai alternatif berobat ke luar negeri, Kurniasih mendorong implementasi nyata konsep health tourism di Indonesia. Dia menilai kehadiran investasi asing harus menjadi momentum mendorong peningkatan kualitas layanan rumah sakit di dalam negeri.
Dia juga menyatakan kehadiran rumah sakit asing harus menjadi pemicu bagi rumah sakit pemerintah baik pusat maupun daerah berbenah dan meningkatkan kualitasnya. “Persaingan ini harus menjadi motivasi untuk maju, bukan justru membuat kita kalah bersaing di rumah sendiri,” kata dia.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Beri Catatan Penting untuk Pemerintah
Adapun pengamat kesehatan sekaligus Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama memberikan tiga catatan penting yang harus jadi perhatian pemerintah. Pertama, kata dia, rumah sakit asing yang beroperasi di Indonesia harus memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sosial.
Kedua, yang tak kalah penting pemerintah harus memastikan rumah sakit asing tidak hanya melayani kelompok masyarakat tertentu. Jika kenyataannya demikian, pemerintah perlu merancang program serta memberikan dukungan khusus guna memperkuat kapasitas rumah sakit lokal agar mampu menjangkau masyarakat yang lebih luas, terutama kalangan rentan dan berpenghasilan rendah.
Catatan ketiga, Tjandra menekankan pentingnya memperhatikan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di rumah sakit asing.
“Mutu pelayanan di cabang RS asing dan juga RS lokal kita harus tetap terjaga, baik dari segi kualitas maupun jumlah SDM yang dibutuhkan,” ujar mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu dalam keterangan tertulis pada Selasa, 15 Juli 2025.
0 Response to "Reaksi atas Prabowo Izinkan RS Asing Beroperasi di Indonesia"
Posting Komentar